BAB 1
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK
A. Pengertian Ilmu Akhak
Definisi akhlak secara bahasa berarti perangai, watak dasar, kebisaan,
kelaziman dan peradaban yang baik.
Sedangkan akhlak menurut istilah adalah sebagaimana menurut Ibnu Miskawaih
(w.421 H/1030 M) yaitu :
حَالــــٌ لِلنَّفْسِ دَاعِيَةٌ الَهَا إِلَى أَفْعَا لِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ
وَلاَ رُوِيَةٍ
Artinya : “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadinannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan dengan
mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur
atau gila.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjaknannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dikalakukan dengan
sesungguhnya, bukan bermain-main atau bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri ke empat perbuatan akhlak (khusus
perbuatan baik) adalah perbuatan yang dilakuakna karena ikhlas semata-mata
karena Alloh SWT.
Adapun pengertian ilmu akhlak adalah “Ilmu yang objek pembahasannya adalah
tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat
disifatkan dengan baik atau buruk.” Atau ilmu akhlak dapat pula disebut
“Ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia,
kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah
perbautan tersebut tergolong baik atau buruk.”
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Objek pembahasan ilmu akhlak adalahperbuatan manusia untuk selanjutnya
diberikan penilain apakan baik atau buruk, dan mempunyai ciri-ciri yang telah
disebutkan diatas yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak dan
kemauan, telah dilakukan secara kontinyu sehingga menjadi tradisi dalam
kehidupannya.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Ahmad Amin mengatakan : “Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik
dan sebagian yang lainnya sebagai yang buruk.”
Menurut Mustafa Zahri :”untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa
nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih seperti cermin yang dapat
menerima Nur Alloh.”
BAB 2
HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA
A. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tasawuf
Para ahli tasawuf pada umumnya membagi ilmu tasawuf ke dalam tiga bagian yang
berbeda dalam hal pendekatannya, yaitu:
1. Tasawuf falsafi pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan rasio atau akal pikiran.
2. Tasawuf akhlaki pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri dari takholli (mengosongkan diri dari
akhlak yang buruk), tahalli (menghiasi diri dengan akhlak terpuji) dan tajalli
(terbukannya penghalang [hijab])
3. Tasawuf amali pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
amaliyah atau wirid yang selanjutnya mengambil bentu tarikat.
B. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Tauhid
Hubungan ilmu akhlak dan ilmu tauhid:
1. Dilihat dari segi pembahasannya, ilmu tauhid membahas
masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya. Dengan demikian ilmu
tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini
merupakan salah satu akhlak terpuji.
2. Dilihat dari segi fungsinya, ilmu tauhid menghendaki agar
seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang
enam dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang
bertauhid itu meniru dan mencontoh terhadap subjek yang ada dalam rukun iman
itu. Hubungan ilmu tauhid dan ilmu akhlak dapat pula dilihatdari eratnya kaitan
antara iman dan amal sholeh.
C. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Jiwa
Dilihat dari segi garapannya, ilmu jiwa membahas tentang gejala-gejala kejiwaan
yang tampak dalam tingkah laku. Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat
psikologis yang dimiliki seseorang.
Banyak hasil pembinaan akhlak yang telah dilakukan para ahli dengan menggunakan
jasa yang diberikan ilmu jiwa, seperti yang dilakukan para psikolog terhadap
perbaikan anak-anak nakal, berprilaku menyimpang dan lain sebagainya.
D. Hubungan Ilmu Akhlak Dengan Ilmu Pendidikan
Dalam ilmu pendidikan antara lain dibahas tentang rumusan tujuan pendidikan,
materi pelajaran, guru, metode, sarana dan prasarana, lingkungan bimbingan,
proses belajar mengajar dan lain sebagainya. Semua aspek pendidikan tersebut
ditujukan pada tercapainya tujuan pendidikan, adapun tujuan pendidikan ini
dalam pandangan islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak
atau identik dengan tujuan seorang Muslim yaitu menjadi hamba Alloh yang
mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
E. Hubungan Ilmu
Akhlak Dengan Filsafat
Di antara obyek pemikiran filsafat yang erat kaitannya dengan ilmu akhlak
adalah tentan manusia. Para filosof Muslim seperti Ibnu Sina (980-1037M) dan
Al-Ghazali (1059-1111M) memiliki pemikiran tentang manusia seperti terlihat
dalam pemikirannya tentang jiwa. Ibnu Sina misalnya mengatakan bahwa jiwa
manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari
badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan
dapat menerima jiwa, lahir di dunia ini.
Selain itu, filsafat juga membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya.
Dari pembahasan ini dapat diketahui dan dirumuskan tentang cara-cara
berhubungan dengan Tuhan dan memperlakukan makhluk lainnya. Dengan demikian
akan terwujud akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia, alam dan
makhluk Tuhan lainnya.
Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan ilmu akhlak
tersebut, maka seseorang yang akan memperdalam ilmu akhlak, perlu juga
melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan yang disebutkan di atas.
Selain itu uraian tersebut di atas menunjukan dengan jelas bahwa ilmu akhlak
adalah ilmu yang sangat akrab atau berdekatan dengan berbagai permasalahan
lainnya yang ada di sekitar kehidupan manusia.
BAB 3
INDUK AKHLAK ISLAMI
Secara garis besar akhlak dibagi dalam dua bagian, yaitu akhlak baik (al-akhlak
al-karimah) dan akhlak buruk (al-akhlak al-mazmumah).
Secara teoritas macam-macam akhlak berinduk kepada tiga bagian yaitu hikmah
(bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria) dan iffah (menjaga diri dari
perbuatan dosa dan maksiat. Ketiga macam induk akhlak ini muncul dari sikap
adil, yaitu sikap pertengahan atau seimbang dalam mempergunakan tiga potensi
rohani yang terdapat dalam diri manusia, yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat
di kepala, ghodob (amarah) yang berpusat di dada, dan nafsu syahwat (dorongan
seksual) yang berpusat di perut. Akal yang digunakan secara adil akan
menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan secara adil akan
menimbulkan sikap perwira, dan nafsu syahwat yang digunakan secara adil akan
menimbulkan sikap iffah yaitu dapat memelihara diri dari perbutan dosa dan
maksiat. Dengan demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pada sikap adil
dalam mempergunakan potensi rohaniah yang dimiliki manusia. Demikian pentingnya
bersikap adil ini di dalam Al-Qur’an kita jumpai berbagai ayat yang menyuruh
manusia agar mampu bersikap adil. Diantara ayat-ayat itu adalah sebgai berikut
yang artinya
Artinya :” Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”(QS. Al-Maidah, 8)
Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.”(QS. An-Nisa, 58)
BAB 4
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK
A. Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam
1. Akhlak pada Bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada masa Yunani bar terjadi setelah
munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana
(500-450 SM). Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu
akhlak adalah pemikiran filsafat tentang manusia atau pemikiran tentang
manusia.
Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukan para filosof Yunani itu secara
redaksional berbeda-beda, tetapi subtansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan
angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik dan merdeka dan
mengetahui kewajiban mereka terhadap tanah air.
Keseluruhan ajaran akhlak yang dikemukan para pemikir Yunani tampak bersifat
rasionalistik. Penentuan baik dan buruk di dasarkan pada pendapat akal dan
pikiran yang sehat dari manusia. Karenanya tidaklah salah kalau dikatakan bahwa
ajaran akhlak yang dikemukan para pemikir Yunani ini bersifat anthropocentris
(memusat pada manusia).
2. Akhlak pada Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga masehi tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama ini
telah berhasil mempengaruhi pemikiran manusia adan membawa pokok-pokok ajaran
akhlak yang terdapat dalam kitab Taurat dan Injil. Menurut agama ini bahwa
Tuhan merupakan sumber akhlak. Tuhanlah yang menetukan bentuk patokan-patokan
akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan baik dan buruk. Menurut agama ini
bahwa yang disebut baik adalah perbuatan yang disukai Tuhan serta berusaha
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian ajaran akhlak pada agama
Nasrani ini tampak bersifat teo-centri (memusat pada Tuhan) dan sufistik
(bercorak batin).
3. Akhlak pada Bangsa Romawi (Abad Pertengahan)
Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada
waktu itu gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran
ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “haikikat” telah
diterima dari wahyu. Apa yang diperintahkan wahyu tentu benar adanya. Dengan
demikian ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan itu adalah
ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
4. Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak mempunyai ahli-ahli filsafat yang
mengajak pada aliran tertentu. Hal yang demikian sebagai akibat dari tidak
berkembangnyakegiatan ilmiah di kalangan masyarakat Arab. Pada waktu itu bangsa
Arab hanya mempunyai ahli-ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah
dan syair tersebut dapat dijumpai ajaran yang memrintahkan agar berbuat baik
dan menjauhi keburukan, mendorong pada perbuatan yang utama dan menjauhi
perbuatan yang hina dan tercela.
B. Akhlak Pada Agama Islam
Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam.
Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang aqidah,
pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumapai seumber yang aslinya di dalam
Al-Qur’an. Alloh SWT berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl, 90)
Perhatian Islam terhadap pembinaan akhlak lebih lanjut dapat dijelaskan dengan
menunjukan universalitas Al-Qur’an mengenai jalan yang harus ditempuh manusia.
Hasil penelitian Thabathabi terhadap kandungan Ak-Qur’an mengenai jalan yang
harus ditempuh manusiaitu ada tiga macam, yaitu sebgai berikut:
Pertama, menurut petunjuk Al-Qur’an, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada
kebahagiaan, ketengan dan pencapaian cita-citanya.
Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senantiasa berada dalam suatu
kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang
tidak bisa diingkari, dalam segala keadaan, mengingat begitu jelas dan
gamblangnya persoalan. Dengan demikian perbuatan tersebut dapat bernilai akhlak
apabila dilakukan dengan tulus ikhlas dan pilihan sendiri.
Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan
fitrah, bukan berdasarkan emosi dan hawa nafsu.
Jalan hidup yang demikian itu telah ditentukan Tuhan pada setiap makhluk-Nya.
Mereka yang mengikuti jalan hidup tersebut akan pada tujuan dan kebahagiaan.
Sebaliknya bagi mereka yang menyimpang dari jalan hidup tersebut akan mengalami
penderitnaan. Ketetapan Tuhan mengenai jalan hidup tersebut telah di tetapkan
Tuhan, sebagaimana ditetapkan dalam firman-Nya :
Artinya : ”Musa berkata: "Tuhan Kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk”.(QS. Thoha
: 50)
C. Akhlak Pada Zaman Baru
Pada akhir abad ke-15 Masehi, Eropa mengalami kebangkitan dalam bidang
filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ahli bangsa Eropa termasuk Itali
mulai meningakatkan dalam kegiatan dalam budang filsafat Yunani, ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut. Kehidupan mereka yang sebelumnya terikat
pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan memberikan peran
yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran. Segala sesuatu yang selama ini
dianggap mapan mulai diteliti, dikritik dan diperbaharui, hingga akhirnya
mereka menetapkan pola bertindak dan berpikkir secara liberal.
Diantara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah
akhlak. Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan dan kenyataan
empirik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang
terdapat dalam ajaran agama. Sumber akhlak yang semula berasal dari al-kitab,
dogma kristiani dan khayalan mereka ganti dengan ajaran akhlak yang bersumber
pada logika dan pengalaman empirik. Hal yang demikian pada akhirnya melahirkan
apa yang disebut dengan etika dan moral yang berbasih pada pemikiran akal
pikiran.
Pandangan baru terhadap akhlak tersebut pada tahap selanjutnya mampu mengubah
konsep-konsep akhlak termasuk dalam menilai sesuatu yang baik dan mulia.
Selanjutnya pandangan akhlak mereka arahkan pada perbaikan yang berkaitan denga
kehidupan para pemuda, wanita dan anak-anak denga tujuan agar mereka menjadi
masyarakat yang mandiri.
Banyak tokoh pemiir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Mereka itu di
antaranya Desacartes adalah seoran ahli filsafat Prancis yang hidup antaea
tahun 1596-1650 M. Pndangannya mengenai akhlak sangat rasionalistik dan
empirik. Ia tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa oleh akal dan
penelitian empirik. Segala sesuatu yang didasarkan pada sangkaat dan apa yang
tumbuh dari adat kebiasaan.
Selanjutnya Shafesbury dan Hatshson adalah kedua tokoh yang memiliki pandangan
akhlak yang berdifat anthropocentris (mendasarkan diri pada kemampuan manusia).
Kedua tokoh tesebut berkata bahwa di dalam diri manusia terdapat indra insting
yang dapat mengetahui dengan sendirinya terhadap sesuatu yang baik atau buruk.
Selanjutnya Immanuel Kent berpendapat bahwa setiap perbuatan yang dilakukan
seseorang dengan alasan mentaati perintah intuisi secara absolut, yakni dia
melakukan sesuatu semata-mata karena intuisinya memerintahkannya, dan dia tidak
mempunyai tujuan lain dari perbuatan itu, dan perbuatan yang seperti itulah
yang disebut perbuatan akhlaki.
Pokok pembahasan tentang intuisi diklarifikasikan menjadi empat, yaitu:
1. Intuisi mencari hakikat atau pengetahuan. Dengan intuisi
ini banyak manusia yang menghabiskan usianya untuk diabdikan kepada
pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Intuisi etika dan akhlak, yakni cenderung kepada kebaikan.
3. Intuisi estetika yakni cenderung kepada segala sesuatu
yang mendatangkan keindahan.
4. Intuisi agama, yakni perasaan meyakini adanya yang
menguasai alam dengan segala isinya, yakni Tuhan.
BAB 5
ETIKA MORAL DAN SUSILA
A. ETIKA
Dari segi etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia , etika diartika ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.
Adapun arti dari segi istilah telah dikemukan para ahli dengan pendapat yang
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Ahmad Amin mengartika bahwe etika
adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan manusia, tujuan yang harus dituju manusia di dalam
perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya
diperbuat.
Sebenarnya masih banyak lagi pendapat para ahli tentang pengertian etika. Namun
dapat disimpulkan bahwa etika berhubungan dengan empat hal, yaitu:
1. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbuatan yang dilakukan manusia.
2. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran atau filsafat, sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat
mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat diubah, memiliki
kekurangan dan kelbihan, dan sebagainya.
3. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai
penilai, penentu, dan penetap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh
manusia, yaitu apakah perbutan tersebut dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
hina dan sebagainya.
4. Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni
dapat berubah-ubah sesuai dengan tunututan zaman.
B. MORAL
Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
dikatakan bawa moral adalah penentuan baik buruk terhada perbuatan dan
kelakuan.
Secara istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, peringai, kehendak, pendapat atau perbuatan secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Selanjutnya pengertian moral dijumpai juga dalam The Anvenced Leaner’s
Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian
moral sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dangan benar dan salah,
baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika etika dan moral tersebut dihubungkan satu dan yang lainnya kita dapat
mengatakan bahwa antara etika dan moral memiliki obyek yang sama, yaitu
sama-sama membahas perbutan manusia untuk selanjutnya ditentukan posisinya
apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan
moral memiliki perbedaan, yaitu:
1. Kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau
rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah
norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika
lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif,
yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai
hal yang obyektif dan dapat berlaku secara universal, artinya dapat disetujui,
berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orangyang berada dalam situasi
yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan,
atas kesadaran moralnya seseorang bebas untuk mentaatinya. Bebas dalam
menentukan prilakunya dan di dalam penentuan itu sekaligus terpampang nilai
manusia itu sendiri.
C. SUSILA
Susila atau kesusilaan berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu su dan sila. Su
berarti baik dan sila berarti dasar.
Kata susila kemudian digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang
asusila adalah orang yang berkelakuan buruk. Para pelacur misalnya diberi gelar
tuna susila.
Kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan,
membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang
selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
D. HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA DENGAN AKHLAK
Dilihat dari fungsi dan peranannya, dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila
dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya.
Perbedaan moral, etika, susila dan akhlak adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian
baik dan buruk berdasarkan pendapat akal dan pikiran, dan pada moral dan susila
berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran
yang digunakan untuk menetukan baik dan buruk itu adalah Al-Qur’an dan
Al-Hadits.
Perbedaan lain antara etika, moral, dan susila terlihat pula pada sifat dan
kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada
moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku
manusia secara umum, sedangkan moral dan susila besifat lokal dan individual.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan
saling membutuhkan. Uraian diatas menjelaskan bahwa moral, etika dan susila
berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui
sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia.
Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk
Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila
berasal dari manusia, sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
BAB 6
BAIK DAN BURUK
A. Pengertian Baik Dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau
good dalam bahasa Inggris. Baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang
berhubungan denga yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia.
Sedangkan yang disebut buruk adalah syar dalam bahasa Arab, atau sesuatu yang
dinilai sebaliknya dari yang baik dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
B. Penentuan Baik Dan Buruk
1. Baik Buruk Menurut Aliran Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang
berlaku dan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang tegunh oleh masyarakat.
Adat istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum.
2. Baik Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Menurut paham ini perbuatan baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan
kelzatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
3. Baik Buruk Menurut Paham Utilitarisme
Secara harfiah utilis artinya berguna. Menurut paham ini bahwa yang dikatakan
baik adalah yang berguna.
4. Baik Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukan orang lain yang lemah dianggap
baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku siapa
yang kuat dan menang itulah yang baik.
5. Baik Buruk Menurut Paham Religionisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dangan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan.
6. Baik Buruk Menurut Paham Evolusi
Menurut Herbert Spencer (1820-1903) mengatakan bahwa perubahan akhlak itu
tumbuh secara sederhana, kemudian meningkat sediktit demi sedikit berjalan
kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik jika seuai
dengan cita-cita itu dan buruk jika jauh daripadanya. Sedangkan tujuan hidupa
manusia adalah mencapai cita-citanya atau paling tidak mendekati sedikit
mungkin.
C. Sifat Dari Baik Dan Buruk
Sifat dan corak baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat yaitu sesuai
dengan sifat filsafat itu yakni berubah, realatif nisbi, dan tidak universal.
Sifat dari baik dan buruk yang demikian itu tetap berguna sesuai dengan
zamannya, dan ini dapat digunakan untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk
yang terdapat dalam ajaran akhlak yang bersumber dari ajaran Islam.
D. Baik Dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Menrurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
Al-Qur’an dab Al-Hadits. Jika kite perhatikan Al-Qur’an maupun hadits banyak
istilah yang mengacu kepada baik, dan ada pula istilah yang mengacu kepada
buruk. Di antara istilah yang mengacu pada baik misalnya hasanah, thoyyibah,
khairoh, karimah, mahmudah, azizah dan birr.
Adanya istilah kebaikan yang demikian variatif yang diberikan Al-Qur’an dan
Hadits itu menunjukan bahwa penjelasan terhadap sesuatu yang baik menurut
ajaran Islam itu jauh lebih lengkap dibandingkan dengan arti kebaikan yang dikemukakan
sebelumnya.
BAB 7
KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HATI NURANI
A. Pengertian Kebebasan
Ada dua pendapat yang menjelaskan tentang kebebasan manusia, yaitu:
1. Kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak
bebasa dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauaannya sendiri.
2. Kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak memiliki
kebebasan untuk melakukan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh
Tuhan
Dilihat dari sifatnya kebebasan terbagi tiga, yaitu:
1. Kebebasan jasmaniah yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan
memperguanakan anggta badan yang kita miliki.
2. Kebebasan kehendak (roahaniah), yaitu kebebasan untuk
menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh kemungkinan
untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat menghendaki
apa saja.
3. Kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak ada
macam macam-macam ancaman, tekanan, larangan, dan lain desakan yang berupa
paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak ada kewajiban, yaitu
kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan untuk bertindak.
Kebebasan untuk tahap selanjutnya mengandung kemampuan khusus manusiawi untuk
bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan
dengan macam-macam unsur. Manusia bebas berarti manusia dapat menentukan
sendiri tindakannya.
B. Tanggung Jawab
Sikap moral yang dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada
tanggung jawab tanpa ada kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan
tanggung jawab.
Dalam kerangka tanggung jawab, kebebasan mengandung arti:
1. Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri
2. Kemampuan untuk bertnaggung jawab
3. Kedewasaan manusia
4. Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan
tujuana hidupnya
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa
tindakannya itu baik. Uraian tersebut menunjukan bahwa tanggung jawab erat
kaitannya dengan kesenjangan atau perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran.
C. Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada
kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Karena sifat yang demikian itu, maka hati nurani harus dijadikan salah satu
pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia, yaitu
kebebasan yang tidak menyalahi hati nuraninya.
D. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani Dangan
Akhlak
Masalah kebebasan, tanggung jawab dan hatu nurani adalah faktor dominan yang
menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki. Disinilah
letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seseorang tidak dapat meninggalakan
pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
BAB 8
HAK, KEWAJIBAN DAN KEADAILAN
A. HAK
1. Pengertian dan Macam-Macam Hak
Hak dapat diartikan wewenang yang secara etis seseorang dapat mengerjakan,
memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu.
Dalam perkembangannnya kata hak atau al-haqq dalam Al-Qur’an digunakan untuk
empat pengertian, yaitu:
a. Untuk menunjukan pelaku yang mengadakan sesuatu yang
mengandung hikmah. Penggunaan al-haqq dalam arti yang demikian dapat dijumpai
dalam contoh ayat berikut,
Artinya : ”Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa
mereka yang sebenarnya (haq). ketahuilah bahwa segala hukum (pada hari itu)
kepunyaanNya. dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.”(QS. Al-An’am :
62)
b. Kata al-haqq diguanakan untuk menunjukan kepada sesuatu
yang diaadakan yang mengandung hikmah misalnya Alloh SWT menjadikan matahari
dan bulan dangan al-haqq, yakni mengandung hikmah bagi kehidupan. Contoh ayat:
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak[669]. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus :
5)
c. Kata al-haqq digunakan untuk menunjukan keyakinan terhadap
sesuatu yang cocok dengan jiwanya, seperti keyakinan seseorang terhadap
adanya kebangkitan, akhirat, pahala, siksaan, surga dan neraka. Contoh ayat:
Artinya : “Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada
kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya.”(QS.
Al-Baqoroh : 213)
d. Kata al-haqq digunakan untuk menunjukan terhadap perbuatan
atau ucapan yang dilakukan menurut kadar yang seharusnya dilakukan sesuai
keadaaan waktu dan tempat. Contoh ayat:
Artinya : “Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini,”(QS. Al-Mu’ninun : 71)
2. Macam-Macam dan Sumber Hak
Ada bermacam-macam hak dan ada dua faktor yang menyertainya, yaitu:
a. Faktor yang merupakan hal ( obyek) yang dihakki (dimiliki)
yang selanjutnya disebut hak obyektif. Hak ini baik berupa fisik maupun non
fisik
b. Faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk
bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya disebut hak subyektif.
B. KEWAJIBAN
Kareana hak merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan,
dan terhadap orang lain kewajiban itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban
menghormati terlaksananya hak-hak orang lain.
C. KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban itu maka timbul pula keadilan.
Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan hak
(yang sah). Sedangkan menurut Islam keadilan adalah istilah yang digunakan
untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara.
Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban
ini Alloh SWT berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90)
D. Hubungan Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak
Hak merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh sesorang
sebagai haknya. Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi keperibadian
dari seseoarang yang darinya timbul kewajiban untuk melaksanakan tanpa rasa
berat. Sedangkan keadilan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk
akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan maka akan mendukung
terciptanya akhlaki.
BAB 9
AKHLAK ISLAMI
A. Pengertian Akhlak Islami
Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah
daging dan sebenarnya dan didasarkan pada ajaran Islam.
B. Ruang Lingkup Akhlak Islami
1. Akhlak Terhadap Alloh
Akhlak kepada Alloh dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Alloh sebagai Kholiq.
Empat alasan mengapa manusia perlu berkahlak kepada Alloh, yaitu karena:
a. Alloh lah yang telah menciptakan manusia
b. Alloh lah yang telah memberikan perlengkapan pancaindra.
c. Alloh lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia.
d. Alloh lah yang telah memulyakan manusia dengan diberikan
kemampuan menguasai daratan dan lautan.
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukan Al-Qur’an berkaitan dengan akhlak terhadap
sesama manusia. Petunjuk mengenai bukan hanya berupa melakukan hal-hal negatif
seperti membunuh, mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga
sampai kepada menyakiti hati dengan cara menceritkan aib seseorang
dibelakngnya, dll.
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang ada disekitar
manusia. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebgai khalofah.
BAB 10
PEMBENTUKAN AKHLAK
A. Arti Pembentukan Akhlak
Masalah pembentukan akhlak sama dengan tentang tujuan peddidikan. Jadi pembentukan
akhlak atau tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup setiap Muslim,
yaitu untuk menjadi hamba Alloh, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri
kepada-Nya dengan memeluk agama Islam.
B. Metode Pembinaan Akhlak
Pembianaan alhlak merupakan tumpuan pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat
dari salah satu misi kerosulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam,
karena dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembianaan Akhlak.
Untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya
dan pendidikan pada umunya, ada tiga aliran yang suadah amat populer, yaitu:
1. Aliran Nativisme
Menurut aliran ini bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan
akhlak adala fkator bawaan dari dalam yang bentuknya berupa kecenderungan,
bakat, akal dan lain-lain.
2. Aliran Empirisme
Faktor yang paling berpengaruh dalam pembentukan diri seseorang adalah faktor
dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang
diberikan.
3. Aliran Konvergensi
Berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan
si anak, dan faktor dari luar , yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar
yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus.
Keberuntungan dari akhlak
1. Memperkuat dan menyempurnakan agama
2. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
3. Menghilangkan kesulitan
4. Selamat hidup di dunia dan di akhirat
BAB 11
ARTI, ASAL-USUL DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM
A. Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa tasawuf berarti sikap mental yang selalu memelihara kesucian
diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorbann untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang
mulia
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung pada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Selama ini ada tiga
sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu
sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang
harus berjuang, dan manusia sebagai makhlauk yang ber-Tuhan
B. Sumber Tawawuf
1. Unsur Islam
Secara umum ajaran islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur batiniah itulah
kemudian lahirlah tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapar perhatian yang
cukup besar dari sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Hadits serta prkatek
kehidupan nabi dan para sahabatnya.
2. Unsur Luas Islam
a. Unsur Masehi
b. Unsur Yunani
c. Unsur Hindu/Budha
d. Unsur Persia
BAB 12
MAQOMAT DAN HAL
A. MAQOMAT
Secara bahasa maqomat berarti orang yang berdiri atau pangkal mulia. Istilah
ini kemudian digunakan untuk arti sebagai jalan yang harus ditempuh oleh
seoarang sufi untuk berada dekat deng Alloh SWT. Untuk maqomat yang harus
ditempuh oleh para sufi adalah sebagai berikut sesuai dengan yang disepakati
para ahli:
1. Al-Zuhud
Tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniaan
2. At-Taubah
Memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang
sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai
dengan melakukan amal kebajikan.
3. Al-Wara’
Menjauhi hal yang tidak baik
4. Kefakiran
Tidak meminta lebih dari yang ada pada diri kita
5. Sabar
Menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Alloh, tetapi tenang
ketika mendapat cobaan, dan menampakan sikap cukup.
6. Tawakal
Apabila seorang hamba dihadapan Alloh seperti bangkai dihadapan orang yang
memandikannya, ia mengikuti semua yang memandikan tidak dapat bergerak dan
bertindak.
7. Kerelaan
Menerima qodo dan qodar Alloh dengan hati yang senang
B. HAL
Hal merupakan keadaan mental, seperti perasaan senang, sedih, takut dan
sebagainya
BAB 13
MAHABBAH
A. Pengertian, Tujuan fan Kedudukan Mahabbah
Kata mahabbah berarti mencintai secara mendalam. Kata mahabbah terselebut
selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada suatu paham dalam tasawuf. Dalam
hubungan ini mahabbah obyeknya lebih ditujukan kepada Tuhan. Pengertian
mahabbah dari segi tasawuf dikemukakan oleh Al-Qusyairi: “Mmahabbah adalah
keadaan jiwa yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Alloh
SWT oleh hamba, selanjutnya yang dicintai itu juga menyatakan cinta kepada yang
dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Alloh SWT.”
B. Alat Untuk Mencapai Mahabbah
Para ahli tasawuf menjawabnya dengan menggunakan pendekatan psikologi, yaitu
pendekatan yang melihat adanya potensi rohaniyag yang ada pada diri manusia dan
dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat digunakan untuk berhubungan dengan
Tuhan. Yaitu:
1. Al-Qalb adalah hati sanubari sebagai alat untuk mengetahui
sifat-sifat Tuhan.
2. Roh adalah alat untuk mencintai Tuhan
3. Sir adalah alat untuk melihat Tuhan
C. Tokoh Yang Mengembangkan Mahabbah
Robiah Al-Adawiayah adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashroh
di Irak. Ia hidup antara tahun 713-801 H.
D. Mahabbah Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa antara manusia dengan
Tuhandapat saling bercinta, contoh ayatnya:
Artinya : “Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya,”. (QS. Al-Maidah : 54)
Didalam hadis juga dinyataka sebagai berikut:
Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-pernuatannya
hingga aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telingak, mata dan
tangan-Ku.
BAB 14
MA’RIFAH
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah artinya pengetahuan atau pengalaman. Orang-orang sufi
mengatakan:
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia
terbuka, mata kepalanya akan tertutup, dan ketika itu yang dilihatnya hanya
Alloh SWT.
2. Ma’rifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat
kecermin itu yang akan dilihatnya hanyalah Alloh SWT.
3. Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu
bangun hanyalah Alloh SWT.
4. Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang
yang melihat padanya akan mati karena tak tahan melihat kecantikan dan
keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan
yang gemilang.
B. Alat Untuk Ma’rifah
Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada pada diri manusia, yaitu qolb
(hati), karena qolb selain untuk merasa adalah juga untuk berpikir. Bedanya
qolb dengan akal adalah bahwa akal tak bisa memperoleh pengetahuan yang
sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan qolb bisa mengetahui hakikat dari segala
yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui rahasia-rahaisa
Tuhan.
C. Tokoh Yang Mengembangkan Ma’rifah
Dalam literatur tasawuf dijumpai dua orang tokoh yang mengenalkan paham
ma’rifah yaitu:
1. Al-Ghazali nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali
(1059-1111M)
2. Zun Al-Misri berasal dari Naubah (wafat 860M)
D. Ma’rifah Dalam pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadits
Alloh SWT bwefirman:
Artinya : “ Dan barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah
Tiadalah Dia mempunyai cahaya sedikitpun” (QS. An-Nur :40)
Dan Rosululloh Saw Bersabda:
Arinya : “Aku (Alloh) adalah perbendaharaan yangtersembunyi (ghaib), Aku ingin
memperkenalkan siapa Aku, maka Aku ciptakan makhluk. Oleh karena itu Aku
memperkenalkan diri-Ku kepada mereka. Maka mereka itu mengenal Aku (Hadits Qudsi)
BAB 15
AL-FANA, AL-BAQA, DAN ITTIHAD
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Al-Fana, Al-Baqa dan
Al-Ittihad
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan
al-fasad (rudak). Fana artinya tidak tampak sesuatu, sedangkan rusak berarti
berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain.
Sedangkan arti fana menurut para ahli sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi
dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa artinya kekal,
sedangkan menurut para sufi baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan
sifat-sifat tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat
basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah.
Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al-ittihad, yakni penyatuan
batin dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa adalah al-ittihad. Dalam
situasi ittihad yang demikian itu, seoran sufi telah merasa dirinya telah
bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan dimana yang mencintai dan yang dicintai
telah menjadi satu.
B. Tokoh Yang Mengembangkan Fana
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid Al-Bustami (w. 874M) disebut-sebut sebagai
sufi yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa ini.
C. Fana, Baqa dan Ittihad Dalam Pandangan Al-Qur’an
Paham fana dan baqa yang ditujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh
sufi sebagai sejalan dengan konsep liqa al-rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa
merupakan jalan menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman
Alloh SWT:
Artinya : “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi : 110)
BAB 16
AL-HULUL
A. Pengertian, Tujuan Dan Kedudukan Al-Hulul
Secara harfiah hulul bertarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang telah mampu melenyaokan sifat-sifat kemanusiaannya
melalui fana. Atau dapat disimpulkan halul adalah suatu tahap dimana manusia
dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini pada hakikatnya adalah istilah
lain dari al-ittihad. Tujuan halul adalah mencapai persatuan secara batin
B. Tokoh Yang Mengembangakan Paham Al-Halul
Salah satu tokoh yang mengembangkan paham al-halul adalah Al-Hallaj. Nama
aslinya adalah Husain bin Mansur al-Halaj (244H/858M-309H/921M).
BAB 17
WAHDAT AL-WUJUD
A. Pengertian Dan Tujuan Wahdat Al-Wujud
Wahdat al-wujud adalah ungkapan dua buah kata yaitu, wahdat dan al-wujud.
Wahdat artinya sediri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian kata wahdat al-wujud dapat diartikan kesatuan wujud. Paham ini
selanjutnya membawa pada timbulnya paham bahwa antara makhluk (manusia) dan
al-haqq (Alloh) sebenarnya satu kesatuan dari wujud Tuhan, sedangkan wujud
makhluk adalah bayangan dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari dasar
pemikiran sebagai mana dalam al-hulul bahwa Alloh ingin melihat diri-Nya diluar
diri-Nya, dan oleh karena itu dujadikan-Nya alam ini.
BAB 18
INSAN KAMIL
A. Pengerian Insan Kamil
Secara bahasa insan kamil berarti manusia yang sempurna. Selanjutnya Jamil
Shaliba mengatakan bahwa kata insan menunjukan pada suatu yang secara khusus
digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya, bukan fisiknya.
Adapun kata kamil dapat pula berarti suatu keadaan yang sempurna, dan digunakan
untuk menunjukan pada sempurnanya zat dan sifat, dan hal ini terjadi melalui
terkumpulnya sejumlah potensi dan kelengkapan seperti ilmu dan sekalian sifat
yang baik lainnya.
B. Ciri-Ciri Insan Kamil
1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
2. Berfungsi Intuisinya
3. Mampu Menciptakan Budaya
4. Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan
5. Berakhlak Mulia
6. Berjiwa Seimbang
BAB 19
TARIKAT
A. Pengertian Dan Tujuan Tarikat
Dari segi bahasa tarikat berarti jalan, keadaan, aliran dalam garis tertentu.
Jamil Shaliba mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang lurus
yang memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat.
Selanjutnya istilah tarikat banyak digunakan para ahli tasawuf. Mustafa Zahri
dalam hubungan ini mengatakan tarikat adalah jalan atau petunjuk dalam
melakukan suatu ibadah sesuai dangan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan
dikerjakan oleh Sahabatnya, Tabi’in turun-temurun sampai kepada guru-guru
secara berantai sampai pada masa kita ini.
Karena tarikat ini merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri
kepada Alloh SWT, maka orang yang menjalankan tarikat ini harus menjalankan
syari’at dan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan agama
2. Mengamati dan berusaha semaksiamal mungkin untuk megitkuti
jejak guru dan melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangannya.
3. Tidak mncari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai
kesempurnaan yang hakiki
4. Berbuat dan mengisi waktu seefesien mugkin dengan segala
wirid dan doa guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat yang lebih
tinggi
5. Mengekanga hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang
dapat menodai amal
B. Tata Cara Pelaksanaan Tarikat
1. Dzikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Alloh dalam
hati seta menyebut namanya dengan lisan
2. Ratib, yaitu mengucapakan lafadz la ilaha illa Alloh
dengan gaya, gerak dan irama tertentu
3. Musik, yaitu dalam membacakan wirid dan syair tertentu
diiringai dengan bunyi-bunyian seperi memukul rebana.
4. Menari, yaitu gerak yang dilakukan untuk mengiringi wirid
dan bacaan tertentu untuk menimbulkan hidmat
5. Bernafas, yaitu mengatur cara nafas dalam melakukan zikir
tertentu.
BAB 20
PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN DAN PERLUNYA AKHLAK TASAWUF
A. Pengertian Masyarakat Modern
Secara bahasa masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama
disuatu tempat dengan iktan aturan tertentu yang bersiafat mutkhir.
Ciri-ciri masyarakat modern menurut Delier Noer:
1. Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan akal pikiran
daripada pendapat emosi
2. Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya
memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya
lebih jauh
3. Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah
sesuatu yang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya
4. Bersikap terbuka, yaitu mau menerima saran, masukan, baik
berupakritik, gagasan dan perbaikan darimana pun datangnya
5. Berpikir obyektif, yaitu melihat sesutu dari sudut fungsi
dan kegunaan bagi masyarakat
B. Problematika Masyarakat Modern
Sosiolog Prancis Jacques Ellul mengatakan bahwa kemajuan teknologi akan memberi
pengaruh sebagai berikut:
1. Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni dari
satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tapi pada sisi lain dapat mengurangi.
2. Nilai-nilai manusia yang tradisional, misalnya harus
dikorbankan demi efisiensi
3. Semua kemajuan teknologi lebih banyak menimbulkan masalah
ketimbang memecahkan
4. Efek negetif teknologi tidak dapat dipisahkan dari efek
posotifnya. Teknologi tidak pernah netral. Efek negatif dan positif terjadi
secara serentak dan tidak terpisahkan
5. Semua penemuan teknologi menimbulkan dampak yang tak
terduga
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern sebagai berikut:
1. Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
2. Kepribadian Yang Terpecah (Split Personality)
3. Penyalahgunaan IPTEK
4. Pendangkalan Iman
5. Pola Hubungan Materialistik
6. Menghalalkan Segala Cara
7. Stres dan Frustasi
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depannya
C. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah
satu yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangakan
kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Kemudian mengapa hal itu perlu?,
Komarudih Hidayat mengatakan:
1. Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam
menyelamatkan manusia dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai
spiritual.
2. Memperkenalkan pemahaman tentang aspek esoteris
(kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya
maupun non Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat.
3. Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya
asperk esoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam, sehingga
bila wilayah ini kering, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam.